“Mereka merasakan letih dan lapar. Beliau pun orang yang paling letih dan lapar di antara mereka. Itulah hakikat persamaan antara penguasa dan rakyat, antara orang kaya dan orang miskin, antara amir dan rakyat jelata yang ditegakkan oleh syariat Islam. Seluruh cabang syariat dan hukum Islam didasarkan kepada prinsip ini dan untuk menjamin terlaksananya hakikat ini.
Akan tetapi, janganlah Anda menamakan ini dengan istilah demokrasi dalam perilaku dan pemerintahan. Prinsip dan persamaan keadilan ini sama sekali tidak dapat dipersamakan dengan demokrasi mana pun, karena sumber keadilan dan persamaan dalam Islam adalah ‘ubudiyah kepada Allah yang merupakan kewajiban seluruh manusia. Sementara itu, sumber demokrasi ialah pendapat mayoritas atau “mempertuhankan” pendapat mayoritas atas orang lain betapapun wujud dan tujuan pendapat tersebut.
Karena itu, syariat Islam tidak pernah memberikan hak istimewa kepada golongan atau orang tertentu. Juga tidak pernah memberikan kekebalan kepada kelompok tertentu betapapun motivasi dan sebabnya karena sifat ‘ubudiyah (kehambaan kepada Allah) telah meleburkan dan menghapuskan semua itu.”
Dr. MS Ramadhan al-Buti (316)
2-3-2023
“This principle and equality of justice cannot be equated with any democracy at all, because the source of justice and equality in Islam is ‘ubudiyah to Allah which is the obligation of all human beings. Meanwhile, the source of democracy is the opinion of the majority or “deifying” the opinion of the majority over other people, regardless of the form and purpose of that opinion.
Therefore, Islamic law never gives special privileges to certain groups or people.”