“Sungguhpun agama di Eropa demikian lemahnya, dan sungguhpun agama itu—dapat diumpamakan sebagai—sekedar kulit ari yang tipis, namun masih memerlukan waktu dua abad lamanya untuk menghancurkan tembok agama di sini. Selama dua abad dahsyatnya palu godam terus menerus menghantam tembok tua yang sudah rapuh itu, hingga akhirnya goyah dan dapat diruntuhkan.”
…
“Kalaulah ada orang yang mau merenung sejenak dan memperhatikan rangkaian kemerosotan yang terus menerus, penyelewengan yang berkesinambungan –seperti yang barusan kita lakukan pada bagian terdahulu—maka orang itu akan merasa heran bagaimana konsepsi yang kabur dan ngawur itu bisa merupakan produk manusia. Manusia yang mengaku dirinya sebagai manusia yang matang, terpelajar dan pandai. Manusia yang menganggap dirinya sebagai manusia sejati, yang telah keluar dari kegelapan abad-abad pertengahan dan memasuki dunia ilmu pengetahuan yang terang benderang di mana orang tak akan sesat lagi.
Orang akan merasa heran, bagaimana konsepsi-konsepsi semacam itu dapat membangun suatu peradaban. Peradaban yang justru menganggap dirinya sebagai peradaban yang sebenar-benarnya, sedangkan peradaban umat manusia lainnya hanyalah sebagai suatu tahap permulaan dari periode kekanak-kanakan, keterbelakangan dan kegelapan. Peradaban yang menagnggap dirinya sebagai puncak tertinggi, mengatasi segala puncak, nilai dan apapun juga.
Orang akan merasa heran dan hampir tak percaya andaikata ia tidak menyaksikan sendiri kenyataan-kenyataan dekandensi dan keruntuhan peradaban itu.
Gelombang pasang-naik dari peradaban itu akhirnya mencapai klimaksnya. Lalu mulailah ia surut turun kembali… ”
Muhammad Qutb
12-12-2022