Setelah Kongres Pemuda II (1928) corak perjuangan pemuda dari kedaerahan berubah menjadi kebangsaaan. Angkatan 28 terdiri dari para pemuda pelajar, Perhimpunan Indonesia dari negeri Belanda, Studiclub dari Bandung, dan Perkumpulan Pelajar-Pelajar Indonesia dari Jakarta.
Kisah Amir Sjarifudin. Ia menjadi pelajar STOVIA. Amir aktif dalam diskusi dan pergerakan. Ia termasuk kelompok Indonesis Clubgebouw (IC), di Jalan Kramat 106 (sekarang Gedung Sumpah Pemuda) Jakarta. Mereka memiliki semangat dan kritis terhadap berbagai peristiwa di Indonesia dan di dunia. Juga mereka membicarakan dan memperdebatkan berbagai masalah, politik, budaya, masyarakat, kolonialisme Belanda, teori-teori politik, ideologi dan kehidupan sehari-hari. Ia masuk Gerindo yang dipimpin oleh Mr Sartono. Ia telah menjadi komunis pada tahun 1937.
Para pemimpin PKI melakukan kampanye di daerah Jawa Tengah. Para pemuda tak sabar, lalu mereka melakukan pemberontakan di Madiun. Muso dan Amir Sjarifudin menghadapi satu situasi yang harus dihadapi dan tidak dapat kembali. Sebab kaum komunis telah melakukan pemberontakan yang dimulai di Solo. Pasukan Siliwangi tak dapat memadamkannya.
Tanggal 15 September 1948 Presiden Sukarno menyatakan bahwa daerah Solo dan sekitarnya dalam keadaan perang, dan ia memerintahkan Kol. Gatot Subroto selaku Gubernur Militer untuk memimpin. Jend. Sudirman mengirim pasukan tambahan sebanyak 3 ribu orang dari divisi Siliwangi ke Solo untuk memperkuat Republik. Perang saudara sebangsa berkecamuk di Jawa Tengah. Pasukan PKI yang belum terlatih dapat dihancurkan. Sementara banyak rakyat yang menjadi korban keganasan PKI.
Menurut catatan penulis, Muso dan Amir Sjarifudin mengira rakyat membenci pemerintahan Sukarno-Hatta. Mereka mengira oposisi sebagai konfrontasi, padahal tidak. PNI dan Masjumi mempraktekan demokrasi.
Pada akhirnya 28 Oktober 1948 pasukan komunis di Madiun dapat dihancurkan. Amir Sjarifudin tenggelam bersamanya. 31 Oktober Muso tewas dalam pertempuran, dan Amir dan Suripno ditangkap. Kemudian mereka dihukum mati.
———-
Sumber: Abu Hanifah dalam Taufik Abdullah dkk., (Jkt: LP3ES, 1994).
21-11-2022