Dialog antara Rustam dan Ruba’i bin Amir terjadi dalam peristiwa perang al-Qadisiyah (Iraq). Rustam adalah komandan tentara Persia, sementara Ruba’i sebagai seorang prajurit biasa di jajaran tentara yang dipimpin Sa’ad bin Waqqash.
Rustam: “ Apa yang mendorong kalian memerangi kami dan masuk ke negeri kami?”
Ruba’i: “Kami datang untuk mengeluarkan siapa saja dari penyembahan manusia kepada penyembahan Allah semata.”
Lalu dialog Rustam dengan Zuhra.
Zuhra: “Kami tidak datang menghampiri negerimu karena terpanggil oleh kekayaan duniawi. Tujuan dan kebesaran yang akan kami raih adalah akhirat. Apa yang anda nyatakan adalah benar dan sesuai dengan kehidupan masa jahiliyah kami. Namun tidak demikian halnya setelah Allah kirimkan kepada kami seorang Rasul yang menghimpun kami untuk mencapai keridhaan Ilahi. Kami telah memenuhi panggilan Allah yang menjajikan kami kemenangan dan kemuliaan (dunia akhirat) selama kami konsisten pada ajaran agamaNya”.
Rustam: “Apakah gerangan agama itu?”
Zuhra: “Dasar dan puncaknya adalah: kesaksian bahwa tidak ada Tuhan yang patut disembah kecuali Allah dan Muhammad itu adalah utusanNya. Kemudian menerima sepenuh hati segala ketentuanNya.
Rustam: ”Benar-benar mengagumkan. Kemudian apa lagi selain itu?”
Zuhra: “Membebaskan umat manusia dari segala bentuk perbudakan oleh sesama makhluk. Tiada yang patut disembah kecuali Allah.
Rustam: “Bagus, kemudian apa lagi?”
Zuhra: “Umat manusia, tanpa kecuali, adalah putra putri Adam dan Hawa. Semuanya adalah saudara sekandung”.
Rustam: “Betapa itu amat menarik. Namun apa kelanjutannya, apabila saya dan rakyat Persia sudi mengikuti jejak kalian, memenuhi seruan yang kamu himbaukan? Apakah kamu akan pulang, angkat kaki dari negeri ini?!”
Zuhra: “Benar. Demi Allah, itulah yang bakal terjadi… dan kami tidak akan kembali ke Negeri anda seperti ini, kecuali dengan niat berniaga atau untuk kepentingan yang lain”.
——-
Sumber: M Sa’id Ramadhan al-Buti, (2006); Ma’rifah (42)
1-11-2022