Andalusia, Dulu dan Kini

al hambra/ pb

Hati nurani yang suci menangis, dirundung rasa sedih,

seperti orang yang dilanda cinta, menangisi kepergian sang kekasih

Menangisi rumah-rumah yang kering dari siraman kedamaian Islam,

sementara kekafiran tumbuh dengan subur

Masjid-masjid yang megah dan anggun berubah menjadi gereja-gereja tua yang kosong,

kecuali hanya lonceng dan lambang salib sebagai tuannya

Mihrab-mihrab pun, benda mati yang tak bergerak, turut menangis,

demikian juga mimbar-mimbar, yang hanya berupa bongkahan kayu,

meratap dan merindukannya     (Abul Biqai al-Barmadi)

Negeri itu yang kemudian dinamakan Andalusia dimasuki oleh bangsa Arab di bawah pimpinan Musa ibn Nushair dan sahayanya Thariq ibn Ziyad dengan pasukannya tahun 711 M. Thariq ibn Ziyad yang kemudian dijadikan nama selat, Gibraltar. Kedatangannya ini bukanlah invasi langsung tapi atas permintaan dari satu faksi pangeran Kristen yang saling berperang. Wilayah Spanyol selatan dalam kekacauan di bawah pemerintahan Visigothik. Bangsa Arab menyebutnya al-Andalus, nama yang diberikan kepada kaum Vandal, yang bermukim di kawasan tersebut.

Ketika dinasti Abbasiyah merebut Damaskus kekuasaan Umayah ambruk, salah satu  keluarga Umayah ada yang melarikan diri, Abdurrahman I (Abdurrahman ad-Dakhil). Ia masuk ke Andalusia dan mendirikan suatu dinasti yang berpusat di Cordoba. Ia tidak memakai sebutan khalifah tapi gelar amir. Ia menata kekuasaanya dengan tertib dan maju. Dari amir-amir Bani Umayah ada tiga nama yang mempunyai kemiripan nama di antaranya, Abdurrahman I yang bergelar ad-Dakhil (yang masuk), Abdurrahman II yang bergelar al-Ausath (yang pertengahan), dan Abdurrahman III yang bergelar an-Nashir (yang membela). Pada saat Abdurrahman III mendengar bahwa penguasa Bani Abbas yang bergelar al-Muqtadir mati dibunuh ia mengumumkan dan menyebut dengan Amirul Mu’minin. Di masa pemerintahan Abdurahman III (912-961 M) Cordoba menjadi kota paling gemilang di Eropa. Ia membangun peradaban sehingga negeri Andalusia menjadi pusat kebudayaan, kesusastraan dan ilmu pengetahuan. Juga dari sana muncul banyak filosof  dan terkenal namanya. (Hamka, h. 221)

“Jika kita mendefinisikan suatu masyarakat beradab sebagai masyarakat yang menganjurkan toleransi agama dan etnis, debat bebas, perpustakaan dan universitas, tempat-tempat mandi umum dan taman, puisi dan arsitektur, maka Spanyol Muslim merupakan contoh yang baik. Ambil contoh perpustakaan, selalu menjadi indeks peradaban yang bermanfaat. Perpustakaan pemerintah Cordoba di abad kesepuluh berisi 400.000 volume—konon, lebih banyak dari jumlah semua koleksi perpustakaan di seluruh Eropa pada waktu itu.” (Akbar, h. 107)

Pada abad itu London dan Paris adalah kota-kota kecil. Tidak ada seni, sastra  atau debat yang dikenal di kawasan Eropa.

Dalam sejarahnya Andalusia melalui periode pemerintahan, yang dipimpin di antaranya: pemerintahan Umawiyah sampai tahun 138 H, periode Bani Umayyah tahun 316 H, periode khilafah tahun 422 H, dan periode Thawaa’if (golongan suku atau bangsa) sampai tahun 479 H.

Sepeninggal Abdurrahman III, beberapa pemerintahan berlalu, di masa pemerintahan al-Mansur, Perdana menteri Hisyam II (961-976 M) menaklukkan seluruh semenanjung Iberia.

Setelah melewati waktu beberapa abad dan silih bergantinya pemerintahan serta terjadi konflik di dalamnya, maka kesatuan umat terpecah-pecah. Dalam keadaan seperti itu musuh dari luar, terutama dari utara, dengan mudah mengambil wilayah Muslim sedikit demi sedikit.

Pada masa ini ada pejuang terkenal Rodrigo Diaz, yang dikenal dengan El Cid, yang berarti “tuan”, berasal dari bahasa Arab as-sayyid. Ia berjuang di pihak Kristen; bergabung dengan tentara Muslim; di lain waktu membantu Muslim memerangi pesaingnya; dan membantu kerajaan Kristen juga memerangi pesaingnya. Terakhir, ia menjadi penguasa Valensia yang menjadi tempat bagi Kristen dan Muslim secara damai hingga akhir hayatnya.(Bauer, h. 711-729)

Akhirnya Granada jatuh pada tahun 1492 M, dan para pendeta Kristen memberikan kepada orang-orang Muslim dan Yahudi pilihan, berpindah agama (menjadi Kristen) atau meninggalkan tanah itu. Sebenarnya, pilihan pertama pun tidak aman yang pada akhirnya mereka akan dibunuh juga, dibakar di atas bara api. Berbagai macam siksaan mengerikan dilaksanakan oleh pihak gereja terhadap kaum Muslim.

Usaha para pendeta untuk mengeluarkan orang-orang Muslim (murtad) dari agamanya ternyata tidaklah mudah, sehingga pemerintah dan gereja memutuskan untuk mengkristenkan mereka dengan cara paksa, dengan kekuasaan dan penindasan. Pilihan itu diputuskan oleh Isabella dari Castilla dan Ferdinand dari Aragon. Wilayah itu dibersihkan dari nama dan sebutan “muslimin”, kecuali dengan nama kristen baru atau Moorish. (Himayah, h. 9)

Oleh karena itu orang-orang Muslim menyembunyikan keislaman mereka (taqiyyah), juga mereka melakukan ibadah secara sembunyi-sembunyi. Para ulama berupaya mengajarkan dan menanamkan ajaran Islam kepada mereka. Buku-buku ditulis dengan bahasa lokal menggunakan huruf Arab.

Di saat pemerintahan terakhir jatuh, sebenarnya kaum Muslim masih mengadakan perlawanan, namun jumlah dan kekuatan mereka tak seimbang dengan musuh, yang akhirnya mereka kalah. Juga mereka berusaha meminta bantuan penguasa Maroko, Afrika Utara dan kerajaan Utmani, tapi tidak ada yang menanggapi.

Dikatakan, jumlah warga Moorish dari tahun 1609 M- 1614 M yang terusir dari Spanyol sekitar 327 ribu jiwa, 195 ribu dari Aragon dan 132 ribu jiwa dari Castilla. Mengenai jumlah ini memang para sejarawan berselisih pendapat,  namun tidak jauh dari jumlah itu.

Tanah-tanah dan harta benda yang mereka tinggalkan dibagi-bagikan, untuk pihak gereja dan para pembesar pemerintahan. Pada abad ke-18 dan ke-19 tanah-tanah tersebut dibagi-bagikan kepada Prancis dan Inggris, sehingga tinggal sedikit tanah Andalusia yang tersisa di tangan pemiliknya. (Himayah, h. 22)

Para pemuda ketika itu mempelajari ilmu, sastra dan bahasa Arab. “…mereka menerima pelajaran-pelajaran pustaka Arab dengan sangat rakus.  Buku-buku ini memenuhi memenuhi pustaka pribadi mereka. …. Kita bisa melihat bagaimana daya tarik agama Islam terhadap orang-orang Kristen dari sebuah surat yang ditulis pada tahun 1311 M. Diperkirakan penduduk Cordova yang memeluk Islam pada waktu itu dua ratus ribu.” (Andalusia di bawah Pemerintahan Umat Islam

Andalusia Kini

Adalah Prof. Valas Anfanty sebagai guru ruhani dan pemikir bagi kebangkitan Andalusia modern. Ia lahir pada tahun 1885 M. Pada tahun 1920 ia menemukan sebuah buku tentang raja terakhir Sevilla, Mu’tamid bin Ibad. Lalu pada tahun 1923 M ia berziarah ke makamnya di wilayah Agmat, Maroko, melalui proses yang berliku dan ia memeluk Islam di sana.

Sejak ia memeluk Islam ia memiliki berbagai aktivitas dan pemikiran-pemikiran berani dan cerdas tentang masa depan Andalusia. Ia mengatakan, “Tujuan kita adalah membebaskan warga Andalusia, jiwa, dan ekonominya”. Ia terus berjuang untuk kebebasan warga Andalusia. Dalam bukunya “Fondasi-fondasi Andalusia” (Asasiyat al-Andalus) ia menulis, “Untuk menghidupkan Andalusia kembali kita harus memperhatikan dasar-dasar dan tujuan  sebagai berikut:

1. dasar keislaman yang mutlak;

2. tujuan pandangan ruhani;

3. tujuan ekonomi; dan

4. tujuan politik.”

Kemudian ia merinci dasar dan tujuan itu secara detail. Oleh karena hal itu pada tahun 1936 M ia dieksekusi hukuman mati oleh pemerintah Spanyol.

Setelah melewati masa kediktarotan Franko, lalu tahun 1980 M Andalusia menerima kebebasannya. Para pemuda banyak yang mencari identitas dirinya melalui sejarah Andalusia. Antonio Medine Miller pada tahun 1981 M memutuskan memeluk Islam dan mengganti namanya menjadi Abdurrahman Medine. Ia diikuti rekan-rekannya, dan para pemuda satu persatu mengikuti jejak mereka. Aktivitas keislaman mereka semakin berkembang. (ibid., h. 51)

masjid cordoba/ wk

Setelah Peristiwa Itu

Ketika nabi Muhammad Saw menang atas kaum Quraisy Makkah (fathul Makkah), mereka semua tidak ditahan atau diperlakukan tidak manusiawi dan apalagi dibantai juga tidak dipaksa memeluk Islam, tapi mereka dimaafkan, bebas. Hal itu menjadi teladan bagi para panglima di kemudian hari. Begitu juga Salahuddin al-Ayubi ketika menang atas kaum Kristen tidak memperlakukan musuh yang sudah kalah dengan semena-mena.

Tapi berbeda jika kaum Muslim yang kalah dalam perang. Meraka menjadi tawanan, disiksa atau dibantai dengan sadis.

“Dan kekejaman-kekejaman yang tak terpikirkan, penghancuran dan penghinaan yang dilakukan oleh pahlawan-pahlawan salib yang ‘suci-suci’ itu pada negeri-negeri Islam, mereka menaklukkannya dan sesudah itu mereka kalah, timbullah bibit-bibit beracun dari permusuhan panjang yang mulai saat itu memahitkan hubungan antara Timur dan Barat.”

Di pihak kaum Muslimin selalu ada harapan ikhlas untuk toleransi dan respek.’ Ketika Harun al-Rasyid mengirimkan dutanya kepada Kaisar Karel, terutama ia terdorong oleh hasrat ini, bukan ingin mengambil keuntungan material dari persahabatan dengan orang-orang Frank. Pada masa itu Eropa terlalu primitif dalam kulturnya untuk dapat menilai kesempatan ini secara penuh, tetapi jelas mereka tidak memperlihatkan rasa tak suka.”

“Tetapi, kemudian, secara tiba-tiba, peperangan salib muncul di cakrawala dan menghancurkan hubungan antara Islam dan Barat. Bukan kerena hal itu lumrah sebagai akibat peperangan: demikian banyak peperangan antara bangsa-bangsa, yang kemudian dilupakan dalam perjalanan sejarah umat manusia, dan sekian banyak permusuhan telah berubah menjadi persaudaraan. Tetapi, setan yang muncul dari peperangan salib tidak terbatas pada gemerincing pedang; setan itu pertama dan terutama berupa setan intelektual. ‘Kejahatan itu berupa peracunan pikiran Barat terhadap dunia Islam melalui penyalahtafsiran yang dilakukan dengan sengaja, yang ditempa oleh gereja terhadap ajaran-ajaran Islam.’ (Asad, h. 49)

Cibinong, 4-4-2022

Sumber:

Ahmad Mahmud Himayah, Kebangkitan Islam di Andalusia, (Jakarta, GIP, 2004), terj.

Akbar S. Ahmed, Living Islam, (Bdng, Mizan, 1997), terj.

Hamka, Sejarah Umat Islam, (Jakarta, GIP, 2016)

Susan Wise Bauer, Sej. Dunia Abad Pertengahan, (Jakarta, Elex, 2019), terj.

Iklan

Tentang luaydpk

on history..... "masa kini dan masa lampau akan muncul di masa depan..." ts eliot (the present and the past will appear in the future)
Pos ini dipublikasikan di sejarah dan tag , , , , , , . Tandai permalink.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s