Pada zaman kolonial kontak pertama antara orang Belanda dan Indonesia pada sekitar abad ke-17. Orang Belanda membayangkan Islam sebagai sebuah agama yang terorganisir secara ketat, serupa dengan Katolik Roma, susunan kebiaraan hirarkis yang bergabung dengan Khalifah Turki, dan yang memegang kekuasaan terhadap pemerintah dan rakyat Indonesia. Hal itu menimbulkan ketakutan pihak Belanda.
Kemudian pada abad ke-19 banyak orang Belanda di negeri sendiri dan di Hindia Belanda berharap menghilangkan pengaruh Islam dengan kristenisasi. Orang misionaris memang tidak bersekutu dengan pemerintah, namun dana-dana misi dibantu oleh dana-dana negara. Meskipun begitu agama Kristen hanya mampu beroperasi di wilayah yang belum dimasuki Islam.
Pada akhir abad ke-19 ketakutan Belanda meningkat. Oleh karena itu mereka mulai melakukan pembatasan, terutama terhadap urusan haji ke Makkah. Berdasarkan hal itulah, maka pada tahun 1889 diutuslah Christian Snouck Hurgronje, yang kemudian diangkat menjadi penasehat tentang masalah-masalah Arab dan pribumi. Dengan pengetahuannya yang luas tentang Islam di Indonesia ia mulai bekerja. Dengan analisisnya ia membagi Islam menjadi Islam religius dan Islam politik. Terhadap Islam pertama, ia menanamkan sikap toleransi dan netral, namun terhadap yang kedua harus dibereskan sampai tuntas. Kebijakan yang dijalankan Snouck dapat meredam berbagai pemberontakan, namun hanya sementara.
Pada tahun 1942 Jepang mulai memasuki wilayah Indonesia. Berbeda dengan Belanda, Jepang mulai mendekati elit Islam. Hal ini menimbulkan simpati di kalangan umat Islam.
Jepang dapat memahami kelompok-kelompok elit yang bersaing, dan memanipulasikan kelompok-kelompok ini untuk kepentingan pendudukan. Pada masa Jepang, kaum elit priyayi yang mendapatkan hak istimewa pada masa Belanda dikurangi. Kaum priyayi mendapatkan saingan dari kaum nasionalis dan kaum elit Islam Indonesia. Pada masa Belanda, para pemimpin gerakan nasionalis dibuang, namun Jepang mengakui mereka, menempatkan mereka pada pos-pos pemerintahan militer, dan mereka memperoleh prestise sosial. Jepang juga meningkatkan posisi agama Islam, memberikan prestise sosial dan secara implisit prestise politik kepada pemimpinnya di pulau Jawa, dan si seluruh Indonesia.
Wadah untuk berkumpulnya umat Islam dibentuk tahun 1943, yaitu Masjumi. Keanggotaannya terdiri Muhammadiyah dan NU, dan yang menjadi pemimpinnya KH Hasyim Asy’ari.
Dikatakan, meskipun pendudukan Jepang sangat singkat, namun masa penguasaan Jepang ini sebagai masa traumatik yang secara mendalam mempengaruhi berbagai aspek kehidupan masyarakat Indonesia.
Pada masa akhir pendudukan Jepang di Indonesia kelompok elit Indonesia memainkan peranan penting untuk kemerdekaan Indonesia.
18-1-2022
Berdasar Karya Harry J Benda
Aiko Kurasawa
thank you all for like this post and good luck