Sekitar tahun 1980-an anak-anak biasa berkumpul di rumah seorang teman sepulang sekolah. Di rumah teman itu tersedia komik-komik bermacam judul dan ceritanya. Anak-anak semua membaca kamik-komik itu satu persatu dan tidak disisakan. Untuk selingan di tempat lain mereka semua latihan menggambar atau kadang mendengarkan cerita cowboy dari seorang kakek yang biasa bercerita dan menjadi guru lukis tidak resmi.
Di antara komik-komik itu, Si Buta dari Gua Hantu, Si Tolol, Walet Merah, Gundala, Panji Tengkorak dan Ko Ping Ho dan sebagainya. Ko Ping Ho biasanya dibaca terakhir sebab gambarnya sedikit hanya sebagai ilustrasi. Mereka senang membaca komik yang penuh gambar sedikit kata-kata dalam dialog. Karena tidak ada komik yang baru mereka cari-cari mana komik yang belum dibaca, atau mereka mengulang kembali dan begitu seterusnya. Tak terpikir mereka menyewa ke tempat lain. Maklum mereka hidup di sebuah desa, dan jika harus ke kota ditempuh dengan sepeda atau dokar.
Beberapa tahun kemudian ketika mereka belajar di luar daerah dan berpencar ke tempat yang berbeda-beda. Di tempat belajar di luar daerah ternyata ada teman yang membawa sewaan komik semacam itu. Anak-anak penghobi komik baca semua komik itu. Dan mulai ke cerita yang lain, seperti kisah Wiro Sableng dengan gurunya Sinto Gendeng.
Juga masa itu sedang marak cerita-cerita dari radio yang dipancarkan dari Cirebon dan Bandung. Di antaranya cerita persilatan bahasa Sunda, Lodaya Ti Pakidulan, Kian Santang dsb. Beberapa tahun kemudian di radio muncul serial Brama Kumbara dan sejenisnya.
Ketika itu mereka belum mengenal komik terjemahan, baik dari Amerika, Eropa atau Jepang. Ada siaran tv hitam putih, biasanya di waktu sore menayangkan film animasi Donald Duck, Micky Mouse, Tom and Jery, Scooby-Doo, Joni Ques, dan sebagainya.
Di beberapa koran ibu kota yang terbit diselipkan komik, seperti Panji Koming dan Sawung Kampret di majalah, dan koran-koran lain dengan genre yang berbeda-beda. Panji Koming dan Sawung Kampret karya Dwi Koendoro yang berseri di koran dan majalah kemudian diterbitkan dalam bentuk buku. Panji Koming berkisah sekitar zaman Majapahit abad ke-14-an. Di sana ada kritik-kritik kepada penguasa dari rakyat biasa, atau mungkin hanya berupa solilokui. Sawung Kampret kisahnya lebih kemudian yakni zaman VOC pada abad ke-17, kaum pribumi dengan tokoh Sawungkampret melawan kompeni Belanda.
Berawal dari bacaan-bacaan sejenis itulah karena mungkin sudah agak jenuh akhirnya di antara mereka mulai merambah ke cerita pendek dan novel, dari sastrawan Indonesia hingga karya asing terjemahan, dari berbagai belahan dunia.
Cibinong, 2-10-2021
Sumber
Majalah HumOr, no. 23 Sept, 1991
Majalah HumOr, no. 59, Maret, 1993
Dwi Koendoro Br, Panji Koming, Bdng, Mz, 1998
———————, Yuk Bikin Komik, Bandung, Mzn, 2007