Ketika itu temanku baru saja dari Yogya membawa buku Bumi Manusia, Sang Pemula karya Pram, Capita Selekta tulisan M Natsir serta buku-buku lain. Ia bercerita tentang kakanya yang belajar di Yogyakarta sekitar tahun 90-an. Aku jadi tertarik sekali dengan ceritanya itu. Aku sempat memoto copi buku Sang Pemula. Buku ini mengisahkan tentang Tirto Adisuryo sebagai wartawan yang juga menulis cerita pendek. Waktu itu buku-buku karya tahanan politik semacam itu dilarang beredar.
Ketika 1992 aku menginjakkan kaki di Yogya aku merasa senang. Suasana sebagai kota pelajar dan juga budaya begitu terasa. Banyak kajian, bedah buku, baca puisi dan juga pameran seni.
Tempat mencari buku paling populer di Yogya ada beberapa tempat, salah satunya pasar buku Shopping Center dekat perempatan kota, dekat ke Malioboro. Buku-buku baru dan bekas banyak dijual di sana, bahkan kliping koran pun banyak dijual. Hanya buku-buku terlarang sulit didapatkan. Mungkin stoknya habis. Atau mungkin disita aparat.
Jika kita membeli buku di pasar itu penjual memberikan diskon cukup besar. Tidak seperti toko buku umumnya. Waktu itu masih jarang buku-buku bajakan. Jika buku itu langka karena tidak terbit lagi biasanya para mahasiswa memperbanyak dengan memotocopi, baik untuk dijadikan rujukan karya tulis ataupun koleksi pribadi.
Untuk mencapai pasar buku Shopping Center waktu itu orang bisa menggunakan angkutan umum, sepeda, atau motor, melalui Jalan Adi Sucipto atau Timoho ke Kusumanegara (Jika tinggal di daerah dekat Jl Adi Sucipto-Timoho).
Depok, 7-1-2020

Tugu Yogya/wiki
Tapi harus jeli juga. Karena biasanya ada buku KW alias hasil fotokopian 😅
Ya betul Mba, buku kw biasanya buram cetakannya, apalagi setiap penerbit dan buku punya karakter berbeda-beda…:)
Thank you all n terimaksih like-nya 🙂