Kongres Nasional Sarekat Islam Pertama Sebagai Partai Nasional

Menurut Mohammad Roem, bahwa Sarekat Islam awal didirikan oleh H Samanhudi di Surakarta pada tahun 1905. Di tempat lain pun banyak orang ingin mendirikan perkumpulan itu dengan maksud dan tujuan yang sama. SI didirikan pada tahun itu, namun sebagai organisasi berbadan hukum (rechtspersoon) baru diberikan izin oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1912. Itu pun hanya untuk Sarekat Islam lokal atau setempat. Tahun 1914 disahkan Central Sarekat Islam sebagai organisasi nasional.1 Juga AN Firdaus menulis, bahwa dari fakta sejarah Sarikat Islam lahir (16 Oktober) tahun 1905, sedangkan Budi Utomo (20 Mei) tahun 1908, jadi dilihat dari waktu yang lebih dulu adalah SI. SI bersifat nasional dan anti pemerintah kolonial Belanda, namun Budi Utomo tidak, dan BU menjalin hubungan dengannya.

Oleh karena baru diberi izin tahun 1912 maka dalam banyak buku sejarah ditulis tahun 1912 bukan sebagai organisasi nasional pertama.2

Kongres diadakan di alun-alun Bandung pada 17-24 Juni 2016. Kongres itu dinamakan Kongres Nasional Pertama Central Sarekat Islam. Kongres itu dihadiri 80 utusan dari berbagai wilayah Hindia Belanda, yakni Jawa, Sumatra, Kalimantan, Bali dan Sulawesi. Peristiwa itu diberitakan juga dalam majalah yang diterbitkan Sarekat Islam yaitu majalah ”Bendera Islam”.

Yang utama dari kongres itu adalah pidato HOS Tjokoaminoto. Roem menuliskan pidatonya berdasarkan laporan G.A.J. Hazeu, Pejabat Penasehat dari Kantor Urusan Bumiputra (Waarnemend Adviseur voor Inlandsche Zaken). Beberapa penggalan pidatonya yaitu:

“Kita cinta bangsa sendiri dan dengan kekuatan ajaran agama kita, agama Islam, kita berusaha untuk mempersatukan seluruh bangsa kita, atau sebagian besar dari bangsa kita. Kita cinta tanah air, dimana kita dilahirkan, dan kita cinta pemerintah yang melindungi kita. Karena itu, kita tidak takut untuk minta perhatian atas segala sesuatu, yang kita anggap baik, dan menuntut apa saja, yang dapat memperbaiki bangsa kita, tanah air kita dan pemerintah kita.
Untuk mencapai tujuan dan untuk memudahkan cara kerja kita, demi pelaksanaan rencana raksasa itu, maka perlulah, dan kita harap dengan sangat agar diadakan peraturan, yang memberi kita penduduk bumiputra hak untuk ikut serta dalammengadakan bermacam-macam peraturan, yang sekarang sedang kita pikirkan. Tidak boleh terjadi lagi, bahwa dibuat perundang-undngan untuk kita, bahwa kita diperintah tanpa kita, dan tanpa mengikut-sertakan kita.

Meskipun jiwa dan keinginan yang besar, kita tidak pernah bermimpi tentang datangnya Ratu Adil, atau kejadian yang bukan-bukan, yang kenyataannya memang tidak akan terjadi . akan tetapi kita akan terus mengharapkan dengan ikhlas dan jujur datangnya status berdiri sendiri bagi Hindia Belanda, atau paling sedikit Dewan Jajahan, agar kita dapat ikut berbicara dalam urusan pemerintahan. Tuan-tuan jangan takut, bahwa kita dalam rapat ini berani mengucapkan perkataan “pemerintahan sendiri”. Dengan sendirinya kita tidak takut untuk memakai perkataan itu karena ada undang-undang (wet) yang harus dibaca oleh tiap-tiap penduduk, yang juga mempergunakan perkataan “pemerintahan sendiri”, yaitu Undang-undang 23 Juli 1903, tentang “Desentralisasi dari Pemerintah Hindia Belanda, yang memuat keputusan Sri Ratu Wilhemina, dimana Sri Ratu memandang perlu, agar tiap-tiap karesidenan atau bagian-bagian daerah membuka kemungkinan untuk mencapai ”pemerintahan sendiri”.

Tidak dapat diragukan, bahwa Ratu kita adalah bijaksana. Semakin lama, semakin bertambah kesadaran orang, baik di Nederland maupun di Hindia, bahwa “pemerintahan sendiri” adalah perlu. Lebih lama lebih dirasakan, bahwa tidak patut lagi Hindia diperintah oleh Nederland, seperti tuan tanah mengurus persil-persilnya. Tidak patut lagi memandang Hindia sebagai sapi perahan, yang hanya mendapat makan karena susunya. Tidak pantas lagi untuk memandang negeri ini sebagai tempat untuk didatangi dengan maksud mencari untung, dan sekarang juga sudah tidak patut lagi, bahwa penduduknya, terutama putra buminya, tidak punya hak untukikut bicara dalam urusan pemerintahan, yang mengatur nasibnya.

Segala puji kepada Allah. Tuhan maha Adil. Tuhan mendengarkan keinginan hamba-Nya. Ratu kita dan Pemerintah bijaksana. Perubahan besar pasal 111 R.R., yang melarang mengadakan rapat-rapat politik sudah dicabut, dan meskipun belum sama sekali dikubur, tetapi tidak dijalankan lagi. Meskipun mengadakan kongres jatuh di bawah pasal 111 tersebut, kita berbesar hati, bahwa Pemerintah dan Pemerintah daerah di Bandung memberi izin untuk mengadakan rapat-rapat ini.

Kita menyadari dan benar-benar mengerti, bahwa mengadakan “Pemerintahan sendiri” adalah satu hal yang sangat sulit, dan bagi kita hal itu laksana suatu impian. Akan tetapi bukan impian dalam waktu tidur, tetapi harapan yang tertentu, yang dapat dilaksanakan, jika kita berusaha dengan segala kekuatan yang ada pada kita, dan dengan memakai segala daya upaya melalui jalan yang benar dan menurut hukum

Kita sama sekali tidak berteriak: “Persetan Pemerintah Kita malah berseru: “Dengan Pemerintah, bersama dengan Pemerintah dan untuk membantu Pemerintah menuju ke arah yang benar”. Tujuan kita ialah bersatunya Hindia dan Nederland, dan untuk menjadi warga negara “Negara Hindia”, yang mempunyai pemerintahan sendiri.”

Lalu pada bagian penutup pidatonya Tjokroaminoto berkata:

“Kongres yang terhormat, bangsaku dan kawan-kawan separtai yang saya cintai. Maka perlu sekali kita bekerja keras. Meskipun Pemerintah yang maju (progressip) mampu dan tentu bersedia, menidik anak buahnya, dan membangkitkan eneji anak buahnya, agar mereka semakin maju dalam kehidupannya, hak-hak dan kebebasan politik baru diberikan kepada satu rakyat, kalau rakyat itu meminta sendiri dengan memksa, jarang sekali terjadi bahwa hak dan kebebasan semacam itu diberikan sebagai hadiah oleh sesuatu pemerintah. Di bawah pemerintah yang tiranik dan dzalim hak-hak dan kebebasan itu dicapai dengan revolusi sedang dari suatu Pemerintah yang bijaksana dengan evolusi, gerakan yang patut. Kita mengharap, bahwa gerakan evolusi ini senantiasa akan berlangsung di bawah naiungan sang tiga warna. Tetapi bagaimanapun juga “rakyat harus bekerja untuk menentukan nasib sendiri”. 3

G.A.J. Hazeu selaku Pejabat Penasehat Kantor Urusan Pribumi mengirim surat kepada G.G van Limburg Stirum, yang cuplikannya sebagai berikut: “Tidak terbukti dengan jelas melainkan di Kongres ini bahwa berkenaan dengan cara bagaimana Hindia diperintah, zaman sudah berubah dan kebijaksanaan harus diubah. Rakyat sekarang menuntut agar ikut serta mengatur urusan negaranya. Bahwa bumiputra tidak lagi seperti seperempat atau setengah manusia, melainkan menuntut agar dipandang dan diperlakukan sebagai warga negara yang merdeka dan penuh”. 4

Depok, 10 Mei 2015
Lu’ay

Sumber

1. Dalam Tiga Peristiwa Bersejarah, (Jakarta: Sinar Budaya, 1971), h.10; juga AN Firdaus, Syarikat Islam Bukan Budi Utomo, (Jakarta: Gatayasa, 1997) “Oleh karena itu hari kebangkitan Nasional yang semula dilangsungkan setiap 20 Mei harus diubah menjadi tanggal 16 Oktober, sesuai dengan hari lahirnya Syarikat Islam pada 16 Oktober (tahun 1905).”
2. Sejarah Umat Islam, h.193 ; juga APE Korver, Sarekat Islam, (Jakarta: Grafiti, 1985)
3. Roem, h.14-16
4. Ibid., 18

Iklan

Tentang luaydpk

on history..... "masa kini dan masa lampau akan muncul di masa depan..." ts eliot (the present and the past will appear in the future)
Pos ini dipublikasikan di Indonesia, Politik dan tag , , , , , , , , , , , , , , , , . Tandai permalink.

2 Balasan ke Kongres Nasional Sarekat Islam Pertama Sebagai Partai Nasional

  1. Newbie Tora berkata:

    Nice post 😀

    Terimakasih sudah berkunjung ke blog saya

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s