Surat Soekarno kepada A Hassan

Assalamu’alaikum. w.w.,

Tuan punya kiriman postpakket telah tiba di tangan saya seminggu yang lalu. Karena terpaksa menunggu kapal, baru ini harilah saya bisa menyampaikan kepada tuan terima kasih kami laki-istri serta anak. Biji jambu mede menjadi “gayeman” seisi rumah; di Endeh ada juga jambu mede, tapi varieteit “liar”, rasanya tak nyaman. Maklum, belum ada orang menanam varieteit yang baik. Oleh karena itu, maka jambu mede itu menjadikan pesta. Saya punya mulut sendiri tak berhenti-hentinya mengunyah!

Buku-buku yang tuan kirimkan itu segera saya baca. Terutama “Soal-Jawab”[1] adalah suatu kumpulan jawahir-jawahir. Banyak yang tadinya kurang terang, kini lebih terang. Alhamdulillah!

Sayang belum ada Bukhari dan Muslim yang bisa [di]baca. Betulkah belum ada Bukhari Inggris? Saya pentingkan sekali mempelajari hadits, oleh karena menurut keyakinan saya yang sedalam-dalamnya, –sebagai yang sudah saya tuliskan sedikit di dalam salah satu surat saya yang terdahulu–, dunia Islam menjadi mundur oleh karena banyak orang “jalankan” hadits yang dhaif dan palsu. Karena hadits-hadits yang demikian itulah, maka agama Islam menjadi diliputi oleh kabut-kabut kekolotan, ketahayulan, bid’ah-bid’ah, anti-rasionalisme, dll. Padahal tak ada agama yang lebih rasional dan simplistis daripada Islam. Saya ada sangkaan keras bahwa rantai-taqlid yang merantaikan Ruh dan Semangat Islam dan yang merantaikan pintu-pintunya Bab-el-ijtihad, antara lain-lain, ialah hasilnya hadits-hadits yang dhaif dan palsu itu. Kekolotan dan kekonservatifan pun dari situ datangnya. Karena itu, adalah saya punya keyakinan yang dalam, bahwa kita tak boleh mengasihkan harga yang mutlak kepada hadits. Walaupun menurut penyelidikan ia bernama SHAHIH. Human report (berita yang datang dari manusia) tak bisa absolut; absolut hanyalah kalam Ilahi. Benar atau tidakkah pendapat saya ini? Di dalam daftar buku, saya baca tuan ada sedia “Jawahirul-Bukhari.” Kalau tuan tiada keberatan, saya minta buku itu, niscaya di situ banyak pengetahuan pula yang saya bisa ambil.

Dan kalau tuan tak keberatan pula, saya minta “Keterangan Hadits Mi’raj”. Sebab, saya mau bandingkan dengan saya punya pendapat sendiri, dan dengan pendapat Essad Bey, yang di dalam salah satu bukunya ada mengasih gambaran tentang kejadian ini. Menurut keyakinan saya, tak cukuplah orang menafsirkan mi’raj itu dengan “percaya” saja, yakni dengan mengecualikan keterangan “akal”. Padahal keterangan yang rasionalistis di sini ada. Siapa kenal sedikit ilmu psikologi dan para-psikologi, ia bisa mengasih keterangan yang rasionaltis itu. Kenapa suatu hal harus di-“gaib-gaibkan”, kalau akal sedia menerangkannya?

Saya ada keinginan pesan dari Eropa, kalau Allah mengabulkan-Nya dan saya punya mbakyu[2] suka membantu uang-harganya, bukunya Ameer Alie “The Spirit of Islam”. Baikkah buku ini atau tidak? Dan dimana uitgever-nya?

Tuan, kebaikan budi tuan kepada saya, –hanya sayalah yang merasai betul harganya–, saya kembalikan kepada Tuhan. Alhamdulillah, –segala puji hanyalah kepada-Nya. Dalam pada itu, kepada tuan 1.000 kali terima kasih.

Wassalam

Sukarno[3]

Ahmad Hassan, seorang ulama yang telah menghasilkan banyak karya tulis. Ia dilahirkan di Singapura tahun 1887. Seperti orang tuanya yang wartawan, ia pun menjadi penulis muda yang mula-mula pada surat kabar Utusan Melayu, tahun 1909 di Singapura. Ia banyak belajar agama kepada berbagai ulama. Lalu 1921 ia pindah ke pulau Jawa, Surabaya. Di kota ini ia berkenalan dengan tokoh Syarikat Islam (SI), seperti HOS Cokroaminoto, AM. Sangaji, H Agus Salim, Bakri Suratmaja dll. Juga ia bertemu dengan tokoh Nahdlatul Ulama (NU) KH Abdul Wahab Hasbullah, Dengan Kiai Wahab ia berdialog soal agama, dan setelah itu ia menjadi pendukung kaum muda.

Tahun 1923 ia pindah ke Bandung, dan ia berkenalan dengan tokoh Persatuan Islam (Persis). Di kota Bandung ia menjadi tokoh Persatuan Islam dan di kota ini pula ia menulis tafsir al-Furqan, yang diselesaikan di Bangil. Ia juga berkenalan dengan tokoh nasionalis, Soekarno. Bung Karno tertarik belajar agama kepadanya. Ketika di Ende, sebagai orang buangan politik kolonial terjadi surat menyurat antara Bung Karno dengan A Hassan. Surat-surat itu dibukukan oleh A Hassan dengan judul Surat-surat Islam dari Endeh.

Tahun 1941 ia pindah ke Bangil, Jawa Timur. Di kota kecil ini ia mendirikan pesantren untuk putra dan putri. Pada tahun 1958 ia meninggal dunia di Bangil. Karya-karyanya banyak dibaca luas, bahkan di lingkungan Asia Tenggara.[4]


[1] Buku kumpulan Soal-Jawab mengenai Islam karya A Hassan.

[2] Kakak perempuan

[3] Ejaan disesuaikan dan kutipan diambil dari kumpulan karangan Ir. Sukarno, Dibawah Bendera Revolusi, (1965)

[4] Baca Tamar Djaya, Riwayat Hidup A Hassan, (Jakarta: Mutiara, 1980).

Iklan

Tentang luaydpk

on history..... "masa kini dan masa lampau akan muncul di masa depan..." ts eliot (the present and the past will appear in the future)
Pos ini dipublikasikan di Indonesia, Islam, nasionalisme, sejarah dan tag , , , , , , , , , , , . Tandai permalink.

3 Balasan ke Surat Soekarno kepada A Hassan

  1. luaydpk berkata:

    Thank you all brothers!

  2. pendi berkata:

    kata kata nya kurang ngerti saya.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s