Dalam agama Islam keimanan adalah suatu keyakinan dalam hati dan dinyatakan dalam praktek ibadah sebagaimana rukun Islam yang 5 dan tercermin dalam perilaku (akhlak).
Keimanan adalah dasar dari setiap perbuatan. Menjadi seorang yang baik saja tidak cukup. Sebab kebaikannya harus memiliki fondasi iman, yang dilafalkan dengan dua kalimah syahadat: “Asyahadu ala ilaaha illa Allah wa asyhadu anna Muhammad ar Rasulullah” (Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah). Iman seseorang bisa mengalami naik dan turun, kadang tidak stabil, karena itu ketika imannya menurun ia hendaknya selalu ingat Allah dengan berdzkir.
Aqidah dalam Islam adalah menauhidkan Allah (mengesakan) dan tidak melakukan syirik terhadap-Nya. Sebab jika seorang Muslim menduakan Allah dan ada sesuatu obyek yang lain setara dengan-Nya, maka itu sudah termasuk perbuatan menyekutukan Allah. Allah itu Tuhan Pencipta dan Pemelihara alam semesta Yang Maha Besar, Maha Mengetahui, Maha Pemberi Rizki dan Ia tidak membutuhkan yang lain. Menyekutukan-Nya adalah perbuatan dosa besar yang tidak terampuni. يَٰبُنَيَّ لَا تُشۡرِكۡ بِٱللَّهِۖ إِنَّ ٱلشِّرۡكَ لَظُلۡمٌ عَظِيمٞ “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar“. (QS Luqman 13).
Percaya bahwa Allah sebagai Pencipta saja tidaklah cukup, sebagaimana orang-orang Arab Jahiliyah dahulu, namun di sisi lain mereka menyekutukan-Nya dengan meminta kepada patung atau berhala. Padahal patung tidak memiliki kemampuan apapun, baik mendatangkan maslahat (kebaikan) maupun madharat (keburukan). Inilah yang disebut Tauhid Rubbubiyah. Setelah meyakini bahwa Allah ada sebagai Pencipta lalu dilanjutkan dengan penyembahan, bahwa Allahlah tempat meminta dan meminta pertolongan, dan tidak ada yang lain. Yang demikian disebut Tauhid Uluhiyah.
Seorang muslim yang baik adalah yang akhlaknya baik. Akhlak ini sebagai cermin dari iman. Antara iman yang ada dalam hati dengan akhlak yang terlihat ada kaitannya. Sebagaimana nabi Muhammad Saw mengatakan, “man kaan yu minu billah wal yaumil akhir fal yakul khairaan au liyasmut” (Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik atau diam). Juga ia menghormati tetangganya dan ia menghormati tamunya.
Nabi Muhammad Saw diutus ke dunia untuk memperbaiki akhlak manusia. Jadi beliau berdakwah untuk memperbaiki akhlak manusia (innama buitstu li utammima maka rimal akhlaq).
“Umar berkata, “Suatu hari kami duduk bersama Rasulullah Saw, tiba-tiba muncul di hadapan kami seorang laki-laki berpakaian sangat putih dan berambut sangat hitam (ialah Jibril). Tak seorang pun di antara kami yang tahu dari mana ia datang, dan tak seorang pun mengenalnya. Laki-laki itu duduk dekat Nabi. Ia dempetkan lututnya ke lutut Nabi dan ia letakkan tangannya di atas paha Nabi.
Lalu ia berkata, “Wahai Muhammad, beritahu aku tentang Islam!’Nabi menjawab, ‘Islam adalah bahwa kamu bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul-Nya, mendirikan shalat, memberikan zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan, serta menunaikan haji ke Baitullah jika kamu mampu melakukan perjalanannya.’ Laki-laki itu berkata, ‘Engaku benar.’ Kami heran, ia yang bertanya, tetapi ia yang membenarkannya.”
“Kemudian laki-laki itu bertanya lagi, ‘Beritahu aku tentang iman!’ Nabi menjawab, ‘Kamu beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya,para utusan-Nya, hari akhir dan beriman kepada qadar, yang baik maupun yang jelek.’ Lalu laki-laki itu berkata, ‘Engkau benar.’
Lalu ia berkata, lagi, ‘Beritahu aku tentang ihsan!’ Nab menjawab, ‘Kamu menyembah Allah seolah-olah kamu melihat-Nya, jika kamu tidak melihat-Nya sesungguhnya Ia melihatmu.’”
Sumber
Syekh Muhammad al-Gazali, Menyegarkan Iman, (Zaman, 2015)
Syekh Yusuf Qardhawy, Hakekat Tauhid dan Fenomena Kemusyrikan, (Rabbani, 1998)