Merefleksikan Nasib Bangsa Pasca Amandemen UUD 1945

Forum Rektor Indonesia (FRI) kembali melakukan dialog dalam format Konvensi Kampus III Refleksi Kritis atas Nasib Bangsa Pasca Amandemen UUD. Konvensi yang bersamaan Temu Tahunan Forum Rektor Indonesia ke-9 membahas sekaligus mencari alternatif solusi atas berbagai konflik dan permasalahan mendasar dalam sistim ketatanegaraan, kepemerintahan dan kemasyarakatan dewasa ini.

Dalam melakukan refleksi ini, kata Rektor UGM Prof Dr Sofian Effendi terkandung dua kata kunci, pertama nasib bangsa dan kedua pasca amandemen UUD 1945. Menurutnya, memaknai nasib tidak sama dengan takdir manusia dan bangsa, karena hanya Sang Pencipta yang mengetahuinya. “Dalam konvensi ini, nasib lebih kami maknai sebagai seberapa jauh bangsa Indonesia berhasil dalam mencapai cita-cita bangsa. Cita-cita tersebut adalah sebagaimana tercantum dalam Alinea 2 dan Alinea 4 UUD 1945”, ujar Pak Sofian hari Selasa (11/7) di Balai Senat UGM.

Sedangkan kata kunci kedua berupa pasca amandemen UUD 1945. Disebutnya tidak secara khusus merujuk pada waktu, tetapi lebih menyangkut hubungan kausalitas. “Kita semua yakin bahwa amandemen yang dilakukan oleh MPR selama kurun waktu 1999-2002 adalah menyempurnakan beberapa kelemahan yang terkandung dalam UUD 1945 yang disusun atas dasar staatsidee yang difahami oleh founding fathers yaitu negara kekeluargaan yang berkeadilan sosial, negara hukum yang demokratis-konstitusional dan negara kesatuan yang berbentuk republik”, tambah Rektor.

Sementara itu Ketua Mahkamah Konstitusi RI Prof Jimly Asshiddiqie SH berharap kepada FRI sebagai penyelenggara dapat mengambil inspirasi dan prakarsa guna mengajak segenap komponen bangsa untuk terus menerus menjadikan UUD 1945 sebagai konstitusi yang dekat dengan rakyat (constitution for all).

“Yakni konstitusi yang menjadi rujukan kesepakatan bersama (general agreement) oleh setiap warga negara dimanapun dalam menempuh perikehidupan bernegara. Dengan demikian UUD 1945 benar-benar tumbuh dan hidup (a living constitution) sebagai konstitusi pemersatu sebagai bangsa (as integrating constitution of nation), yaitu bangsa yang hidup berbhinneka-tunggal-ika dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasar UUD RI 1945”, tandas Jimly.

Sejumlah tokoh dan pembicara tampak hadir diantaranya Prof Dr Amien Rais, Prof Dr Adnan Buyung Nasution, Ketua FRI Prof Dr Wibisono Hardjopranoto, Prof Dr Ir Boma Wikan Tyoso MSc, Prof Dr Sri Soemantri SH, Dr Fajrul Falaakh SH M Hum, Dr Sri Adiningsih, Prof Dr Thoby Mutis, Prof Dr Eko Budihardjo, Prof Dr Ichlasul Amal, Prof Dr Riswandha Imawan, Prof Dr Machfud MD, Dr J Nasikun, Dr Denny Indrayana, Dr Faisal Basri, Prof Dr Mochtar Mas’oed, Prof Dr Marwan Asri MBA, Prof. Dr Agus Dwiyanto, Dr Chairil Anwar, Dr R Agus Sartono, Edy OS Hiariej SH M Hum, Drs Suryo Baskoro MS, Enny Nurbaningsih SH M Hum, Dr Singgih Hawibowo, Dr Purwo Santoso dan lain-lain.

Dalam Konvensi Kampus III yang berlangsung selama dua hari (11-12 Juli 2006) direncanakan sarasehan dengan tokoh-tokoh partai politik untuk melakukan sharing tentang problematika konstitusi dan upaya dalam memperbaiki nasib bangsa di masa mendatang. Keseluruhan acara akan ditutup dengan deklarasi dan dilanjutkan sesi Temu Tahunan ke-9 Forum Rektor Indonesia (Humas UGM).

Dari Portal UGM; webugm@ugm.ac.id

Tentang farid lu'ay

on history..... "masa kini dan masa lampau akan muncul di masa depan..." ts eliot (the present and the past will appear in the future)
Pos ini dipublikasikan di Politik, Undang-Undang dan tag , , , . Tandai permalink.

Tinggalkan komentar